Sabtu, 14 Juni 2014

Organizatinal Change


Kekuatan – Kekuatan yang Mendorong Perubahan Organisasi :
1.      Kondisi tenaga kerja : Banyaknya tenaga kerja baru yang belum terampil membuat perusahan harus menyediakan dana untuk fasilitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.
2.      Teknologi : Sebagai contoh dalam organisasi bisnis, internet dan short message service ( SMS ) dapat mendorong perusahaan untuk memperluas pemasarannya melalui e-commerce. Penggunaan komputer dan otomatisasi yang meningkat serta program TQM dapat meningkatkan kualitas organisasi.
3.      Guncangan ekonomi : Perubahan harga minyak dunia, fluktuasi tingkat suku bunga, fluktuasi nilai tukar mata uang asing dan tingkat inflasi yag begitu cepat mendorong perusahaan untuk mengubah strategi – strategi mereka dalam mencapai keunggulan kompetitifnya.
4.      Kompetisi : Contoh persaingan global seperti merger dan konsolidasi serta pertumbuhan pedagang eceran khusus.
5.      Kecenderungan sosial : Kaum muda saat ini cenderung untuk menunda perkawinan mereka, dan separuh dari status perkawinan tersebut berakhir dengan perceraian. Akibat dari kecenderungan sosial ini adalah meningkatnya jumlah rumah tangga ysng dibina seorang diri dan meningkatnya permintaan perumahan dan makanan beku bagi mereka yang berstatus hidup di luar ikatan perkawinan.
6.      Politik : Contoh nya adalah ketika runtuhnya Uni soviet  hampir seluruh kontraktor besar departemen pertahanan Amerika Serikat  harus berpikir ulang akan usaha bisnis mereka dan membuat perubahan serius dalam menanggapi bubarnya negara Uni Soviet dan menyusutnya dana pembiayaan untuk Pentagon.
Hambatan untuk berubah
1.      Hambatan dari individu
Contohnya adalah adanya prasangka buruk terhadap perubahan dapat mempengaruhi persepsi individu para manajer terhadap suatu situasi dan dapat menyebabkan mereka menginterpretasikan perubahan sesuai dengan keinginan mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Contoh lain adalah adanya stress dan ketidaknyamanan dalam bekerja. Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan membuat keputusan-keputusan yang sudah terprogram. Ketika rutinitas terganggu maka para pegawai mengalami stress. Untuk mengurangi rasa stress mereka cenderung untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan lama mereka.
2.      Hambatan organisasi
Contohnya adalah ketika sebuah organisasi menyusun struktur organisasinya, tersusunlah pola hubungan tugas yang stabil yang berpengaruh terhadap hubungan antar pegawainya.  Ketika terjadi perpindahan pegawai, hubungan tugas tetap tidak berubah. Hal itu menyebabnya struktur organisasi menjadi resistan terhadap perubahan.
Mengatasi penolakan terhadap perubahan
Penolakan terhadap perubahan baik yang berasal dari individu maupun organisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dari aktivitas perubahan di dalam organisasi. Agen perubahan harus memilih taktik yang tepat untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan. Taktik tersebut diantaranya :
ü Diberikan pendidikan dan membangun komunikasi yang baik antara manajemen dan karyawan baik secara individu maupun kelompok.
ü Melibatkan individu untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan perubahan.
ü Beri kemudahan dan dukungan, misalnya dukungan dalam bentuk penyuluhan dan terapi, pelatihan keterampilan baru atau pemberian cuti yang dibayar.
ü Rundingkan dengan pihak – pihak yang menolak perubahan.
ü Manipulasi dan kooptasi, manipulasi bisa dalam bentuk menghasut, memutar balikkan fakta, menahan informasi yang tidak diinginkan atau menciptakan desas desus palsu. Sedangkan kooptasi merupakan bentuk manipulasi sekaligus partisipasi yakni berupaya menyuap pemimpin kelompok penolak dengan memberi mereka peran utama dalam keputusan perubahan.
ü Pemaksaan, dilakukan melalui penerapan ancaman atau kekuatan langsung terhadap penolak berupa ancaman mutasi, hilangnya promosi, evaluasi kinerja yang buruk, dan surat rekomendasi yang buruk.

Pendekatan untuk mengatur perubahan organisasi
Lewin mengembangkan model tiga tahap dalam proses perubahan yang direncanakan yang menjelaskan bagaimana memulai, mengelola dan menstabilkan proses perubahan. Tahap-tahap dalam proses perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

1)     Mencairkan. Tahap pertama dalam model Lewin ini adalah menciptakan motivasi untuk berubah. Individu dimotivasi untuk meninggalkan sikap dan perilaku lama mereka dengan sikap dan perilaku baru yang diinginkan oleh organisasi. Individu diajak untuk tidak merasa puas dengan sikap dan perilaku lama mereka dalam melakukan sesuatu. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mencairkan organisasi adalah dengan benchmarking. Melalui teknik ini, organisasi dapat membandingkan kinerjanya dengan organisasi lain, kemudian belajar bagaimana organisasi dengan kinerja terbaik dapat mencapai tujuan mereka.

2)      Mengubah. Proses perubahan selalu melibatkan pembelajaran, sehingga perlu membekali karyawan dengan berbagai informasi baru, perilaku baru, dan cara-cara baru. Hal ini bertujuan untuk membantu karyawan agar mempelajari konsep atau cara-cara baru tersebut. para ahli berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu proses pembelajaran yang bersifat continuous dan bukan peristiwa sesaat. Oleh sebab itu, teladan, mentor, pakar, hasil benchmarking dan training merupakan mekanisme yang berguna untuk memfasilitasi terjadinya perubahan.

3)      Membekukan kembali. Pada tahap ini, perubahan distabilkan dengan cara membantu karyawan untuk mengintegrasikan sikap dan perilaku yang telah diubah ke dalam cara-cara baru mereka yang normal dalam melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menunjukan sikap dan perilaku baru mereka, maka penguatan positif perlu diberikan. Bimbingan dan keteladanan juga perlu ditunjukan untuk menguatkan stabilitas perubahan.

Pengembangan organisasi
Pengembangan organisasi/ Organization Development (OD) adalah sekumpulan intervensi perubahan terencana yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai humanistis-demokratis, dengan tujuan meningkatkan efektivitas organisasi dan kesejahteraan karyawan. Nilai-nilai yang mendasari pengembangan organisasi  adalah:
a.       Penghormatan terhadap manusia. Manusia seharusnya diperlakukan sesuai dengan martabat dan penghormatan, karena sebagai makhluk yang sadar, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian.
b.      Kepercayaan dan dukungan. Organisasi yang sehat dan efektif ditandai dengan adanya kepercayaan, kebenaran, keterbukaan dan suasana yang mendukung
c.       Penyeimbang kekuasaan. Organisasi yang efektif tidak akan memberikan tekanan yang terlalu besar pada wewenang dan kendali yang bersifat hierarkis.
d.      Konfrontasi. Organisasi yang efektif tidak menyembunyikan  masalah, tetapi dikonfrontasi secara terbuka
e.       Partisipasi. Para anggota organisasi terkena dampak perubahan, dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perubahan tersebut, agar mereka semakin komitmen untuk menerapkan berbagai keputusan.

Menciptakan Organisasi Pembelajaran.

Organisasi pembelajaran/ learning organization adalah suatu organisasi yang secara proaktif menciptakan, memperoleh dan mentransfer pengetahuan, serta mengubah perilakunya berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru. Berdasarkan pengertian ini, maka organisasi pembelajaran memiliki beberapa karakteristik berikut:

-          Organisasi pembelajaran secara aktif mencoba untuk memasukan ide-ide baru atau informasi baru ke dalam organisasi.

-          Organisasi pembelajaran berjuang untuk mengurangi berbagai hambatan struktural, proses dan interpersonal terhadap pembagian ide, informasi dan pengetahuan ke seluruh anggota organisasi.’

-          Organisasi pembelajaran membantu menyumbangkan lingkungan di mana anggota organisasi di dorong untuk menggunakan perilaku dan proses operasional baru guna mencapai tujuan organisasi. perilaku individu harus berubah sebagai akibat dari pengetahuan baru.

Organisasi pembelajaran merupakan suatu konsep yang memberikan kekuatan bagi suatu organisasi agar mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan lingkungan, sehingga organisasi memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang semakin dinamis dan sulit diduga. Fokus dari organisasi pembelajaran adalah:

a.       Organisasi, sebagai kumpulan manusia dengan segala bentuk, struktur dan budaya, serta visi dan misi organisasi

b.      Manusia, sebagai individu anggota organisasi. unsur organisasi dan unsur individu merupakan dua sisi mata yang yang saling berinteraksi, saling melekat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.


Rabu, 04 Juni 2014

Budaya organisasi

Definisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik utama yang dijunjung tinggi dan dihargai oleh organisasi.
Ada tujuh karakteristik utama secara keseluruhan, merupakan hakikat dari budaya organisasi:
1.       Inovasi dan pengambilam resiko.
Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.
2.       Perhatian terhadap detail.
Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis dan perhatian terhadap detail.
3.       Orientasi hasil.
Sejuah mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4.       Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5.       Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasr tim, bukannya berdasar individu.
6.       Keagresifan.
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
7.       Kemantapan.
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya dan cara para anggota diharapkan berperilaku.
Contoh “Membandingkan Budaya Organisasi”
Organisasi A
Perusahaan brikut ini adalah perusahaan manufaktur. Manajer diharapkan mendokumentasikan semua keputusan, “manajer yang baik” adalahyang mampu menyediakan datasecara detail sehingga mampu mendukung rekomendasinya. Keputusan kreatif yang mendatangkan perubahan signifikan atau risiko tidak akan didukung. Karena  manajer atas proyek yang gagal akan dikritik dan dihukum secara terbuka, manajer menciba untuk tidak menerapkan ide yang menyimpangdari status qounya.
Satu tingkat manajer bawah sering menggunakan kutipan frasa dalam perusahaan “Jika tidak rusak, jangan diperbaiki”.
Ada banyak kaidah dan peraturan yang ekstensif di dalam perusahaan ini yang harus ditaati oleh karyawan. Manajer mengawasi secara ketat untuk memastikan tidak adanya penyimpangan. Manajemen terlalu memperhatikan produktivitas tinggi, tanpa memperhatikan dampaknya moral pada keluar-masuk karyawan.
Aktivitas pekerjaan didesain, berdasarindividu. Ada kejelasan departemen dan garis wewenang dan karyawan diharapkan untuk meminimisasi kontakformal dengan karyawan dari luar lingkup fungsional atau garis komando mereka. Evaluasi dan inbalan atas kinerja menekankan pada upaya individu, meskipun serioritas cenderung menjadi faktor utama dalam penentuan kenaikan gaji dan promosi.
Organisasi B
Organisasi ini juga merupakan perusahaan manufaktur. Akan tetapi di sini, manajemen mendorong dan memberi imbalan pengambilan risiko dan kegiatan perubahan. Keputusan berdasar intuisi itu di nilai sebaik keputusan rasional. Manajemen bangga atas sejarah penerapan teknologi barudan kesuksesan dalam melangsungkan pengenalan inovasi produk. Manajemen dan karyawan yang memiliki ide baik didorong ‘melaksanakannya’. Dan kegagalan dianggap ‘pengalaman belajar’. Perusahaan bangga menjadi pengerak pasar dan mampu dengan cepat tanggap atas kebutuhan perubahan yang diperlukan oleh pelanggannya.
Ada beberapa kaidah dan peraturan untuk diikuti karyawan, dan pengawasannya longgar karena manajemen percaya bahwa pada karyawannya suka bekerja keras dan dapat dipercaya. Manajemen memperhatikan produktivitas yang tinggi, tetapi yakin bahwa itu akan munculjika karyawan diperlakukan dengan baik. Perusahaan bangga dengan reputasinya menjadi tempat yang baik untuk bekerja.
Aktivitas pekerjaan didesain berdasar tim kerja dan anggota tim didorong berinteraksi dengan orang lintas fungsi dan lintas tingkat wewenang. Karyawan secara positif membicarakan masalah persaingan antartim.. individu dan tim mempunyai sasaran, bonus didasarkan pada pencapaian hasil. Karyawan diberikan sungguh-sungguh kebebasan memilih saran pencapaian sasaran.

Budaya merupakan istilah deskriptif
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.

Apakah organisasi mempunyai budaya yang seragam ?
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik. Nilai inti adalah nilai pokok atau dominan yang diterima oleh seluruh orang dalam organisasi. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi di modifikasikasi agar mampu mencerminkan situasi unit terpisah yang jelas terbedakan.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.





Budaya Kuat lawan Budaya Lemah
Dalam budaya kuat, makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas akan menciptakan iklim internal atas pengendalian perilaku yang tinggi. Dan secara langsung budaya kuat akan mengurangi kecenderungan tingkat keluar masuknya karyawan. Sedangkan dalam budaya lemah, karena kurangnya tingkat kebersamaan dan kecilnya tingkat komitmen maka cenderung mengalami keluar masuknya karyawan.

Budaya versus Formalisasi
Budaya yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti atas formalisasi. Formalisasi tinggi dalam organisasi menciptakan prediktabilitas, ketertiban, dan konsistensi. Budaya yang kuat mencapai tujuan akhir yang sama tersebut tanpa perlu dokumentasi tertulis. Maka dari itu, kita harus memandang formalisasi dan budaya sebagai dua jalan yang berlainan ke tujuan yang sama. Makin kuat budaya organisasi, semakin kurang manajemen perlu itu memperhatikan penyusunan aturan dan pengaturan formal untuk memandu perilaku karyawan jika mereka menerima budaya organisasi itu.

Budaya Organisasi lawan Budaya Nasional
Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat mengenai perilaku organisasi dalam negara-negara yang berlainan. Budaya nasional mempunyai dampak yang lebih besar pada para karyawan daripada budaya organisasi mereka. Contoh : karyawan Jerman pada fasilitas IBM di Munich akan lebih dipengaruhi oleh budaya Jerman daripada budaya IBM. Ini berarti bahwa budaya organisasi dalam membentuk perilaku karyawan itu besar, namun budaya nasional bahkan lebih besar lagi pengaruhnya. Maka dari itu harus dikualifikasi sehingga mampu mencerminkan seleksi diri yang berlangsung pada tahap penerimaan kerja. Contohnya : perusahaan Multinasional Inggris mungkin kurang tertarik memperkerjakan ‘orang khas Italia’ untuk operasinya di Italia daripada memperkerjakan seorang Italia yang cocok dengan cara perusahaan itu melakukan segala sesuatu. Oleh karena itu, diharapkan proses seleksi karyawan akan digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk menemukan dan memperkerjakan pelamar kerja yang benar-benar cocok dengan budaya dominan organisasi.



Fungsi Budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :
1.       Batas. Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
Contoh : Budaya di UKP dengan UC berbeda,di UKP ada budaya setiap hari senin jam 12 siang ada jam kebaktian Universitas.
2.       Identitas.  Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Contoh : Perusahaan gula mengadakan selamatan setiap hasil panen,yang tujuannya sebagai identitas jika itu perusahaan gula.
3.       Komitmen.  Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
Contoh : Budaya bersih di Indonesia,menyebabkan perusahaan di bidang makanan berkomitmen untuk menjaga kualitas produknya.

4.       Stabilitas (kemantapan).  Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Contoh : senyum sapa salam di Indomaret
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Budaya mendefinisikan aturan permainan : “Memang secara alami budaya itu sukar dipahami, tidak berwujud, implisit, dan diterima apa adanya. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti asumsi, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Sebelum pendatang baru mempelajari aturan-aturan itu, mereka tidakditerima baik sebagai anggota penuh organisasi itu. Pelanggaran aturan di pihak eksekutif tingkat tinggi atau karyawan garis depan mengakibatkan ketidak-setujuan secara umum dan hukuman yang berat. Keseuaian dengan aturan menjadi dasar utama pemberian imbalan dan mobilitas ke atas”.
Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya makin penting di tempat kerja dengan telah dilebarkannya rentag kendali, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. Contoh : para karyawan di Disneyland dan Disney World tampaknya hampir secara universal menarik, bersih dan tampak bugar, dengan senyum cemerlang. Itulah citra yang diupayakan oleh Disney. Perusahaan itu memilih karyawan yang akan memberikan citra itu. Dan begitu bekerja, budaya kuat, yang didukung oleh aturan dan pengaturan yang formal, memastikan bahwa karyawan Disney akan bertindak dalam cara yang relatif seragam dan dapat diramalkan.
Budaya sebagai Beban
Tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang berpotensi disfungsional, teristimewa budaya yang kuat, yang justru mengganggu fungsi keefektifan organisasi.
·         Hambatan terhadap Perubahan
Budaya menjadi beban, bilamana nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Konsistensi perilaku merupakan aset bagi organisasi bila organisasi itu menghadapi lingkungan yang stabil tetapi konsistensi dapat membebani organisasi tiu dan membuatnya kesulitan menanggapi perubahan-perubahan lingkungannya. Contoh : para eksekutif pada perusahaan seperti Mitsubishi, Eastman Kodak, Xerox, Boeing dan U.S Federal Bureau of Investigation dalam tahun-tahun terakhir ini dalam menyesuaikan diri dengan pergolakan lingkungan mereka. Perusahaan-perusahaan ini mempunyai budaya yang kuat yang berhasil dengan baik untuk mereka di masa lalu. Tetapi budaya kuat menjadi penghalang terhadap perubahan ketika “bisnis speperti lazimnya” tidak lagi efektif.
·         Hambatan terhadap Keanekaragaman
Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Manajemen menginginkan karyawan baru menerima nilai budaya inti organisasi. Budaya yang kuat sangat menekan para karyawan agar menyesuaikan diri. Budaya yang kuat juga membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat di  terima. Contoh, sperti kasus Texaco yang luas terpublikasi (yang diselesaikan atas nama 1.400 karyawan untuk mendapatkan US$ 176 juta) dimana para manajer senior mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang meremehkan tentang minritas, budaya kuat yang mengijinkan prasangka justru merongrong kebijakan formal keanekaragaman perusahaan.
Organisasi-organisasi mencari dan memperkerjakan individu yang beranekaragaman karena kekuatan alternatif yang dibawa mereka ke tempat kerja. Namun perilaku dan kekuatan yang beranekaragam itu cenderung mengurangi budaya kuat ketika orang berikhtiar untuk menyesuaikan diri dengan organisasiitu. Oleh karena itu, budaya kuat dapat menjadi beban bila budaya itu secara efektif menyingkirkan kekuatan unik yang oleh orang-orang dengan latar belakang yang berlainan tersebut ke dalam organisasi itu. Budaya kuat juga menjadi kelemahan bila ternyata menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang berbeda.


·         Hambatan terhadap Merger dan Akuisisi
Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
Sejumlah akuisis yang dilaksanakan pada tahun 990-an sudah gagal. Dan alasan utamanya adalah konflik antara budaya organisasi. Contoh, akuisis AT&T pada tahun 99 atas NCR merupakan malapetaka. Karyawan AT&T yang tergabung dalam serikat buruh menolak bekerja dalam gedung yang sama dengan staf NCR yang tidak tergabung dalam serikat buruh.

Asal Mula Budaya
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Menjaga Budaya agar Tetap Hidup
Setelah suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat pengalaman yang serupa. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian imbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang diperkerjakan cocokdengan budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya dan menghukum(dan bahkan memecat) mereka yang menentangnya.


3         kekuatan yang menjadi bagian penting dalam mempertahankan budaya :

1.       Seleksi.
Tujuan dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Upaya untuk memastikan suatu kecocokan yang tepat ini, sengaja atau tidak, akan menghasilkan pekerja yang pada hakikatnya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu. Selain itu, proses seleksi juga memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, jika merasakan konflik antara nilai pelamar dan nilai organisasi, mpara pelamar dapat menyeleksi diri kemudian keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu seleksi menjadi jalan dua-arah, memungkinkan pemberi kerja atau pelamar memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.

2.       Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya, apakah pengambilan risiko diinginkan; berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka; pakaian apakah yang pantas; dan tindakan apakah yang akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi dan imbalan lain.

Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi oleh budaya organisasi itu. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru justru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, Sosialisasi adalah proses penyesuaian dimana organisasi akan membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya.

Tahap Sosialisasi

Sosialisasi dapat di konsepkan sebagai proses yang terdiri atas tiga tahap :
1. Tahap Prakedatangan
Pada tahap ini merupakan proses pembelajaran pada proses sosialisasi yang dilakukan sebelum anggota baru bergabung dengan organisasi itu. Secara eksplisit mengakui bahwa tiap individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap, dan harapan. Nilai, sikap dan harapan ini mencakup kerja yang harus di lakukan maupun organisasi itu sendiri. Misalnya, dalam banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota baru akan menjalankan tingkat sosialisasi awal luar biasa melalui pelatihan di tempat kerja dan pengajaran di sekolah. Maksud utama sekolah bisnis adalah mensosialisasikan mahasiswa bisnis ke sikap dan perilaku yang diinginkan oleh perusahaaan bisnis.
2. Tahap Keterlibatan
Dimana tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangn yang mungkin dan kenyataan yang ada. Maksudnya adalah jika harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru itu harus menjalani sosialisasi yang akan melepaskannya dari asumsi dia sebelumnya dan menggantikan asumsi itu dengan seperangkat asumsi lain yang dianggap lebih disukai oleh perusahaan itu. Anggota baru akan benar-benar kecewa jika aktualisasi pekerjaanya tidak sesuain dengan harapan pelamar dan kemudian mengundurkan diri. Oleh sebab itu proses seleksi yang baik seharusnya mapu mengurangi probabilitas terjadinya hal ini.
3. Tahap Metamorfosis
Adalah tahap dalam proses sosialisasi dimana karyawan baruberubah dan menyesuaikan diri dengan pekerjaan, kelompok kerja dan organisasi. Misalnya, semakin manajemen mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, tetap, berurutan dan menekankan keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan dan perspektif pendatang baru itu akan ditanggalkan dan digantikan oleh perilaku yang terbakukan dan dapat diramalkan. Metamorfosis yang berhasil seharusnya mempunyai dampak positif pada produktivitas karyawan baru itu dankomitmen pada organisasi, serta mampu mengurangi kecenderungannya untuk keluar dari organisasi itu.
Beberapa pilihan Sosialisasi saat masuk kerja
a.       Formal vs Informal
Semakin kuat seorang karyawan baru dikucilkan dari aturan pekerjaan yang sudah ada, dan dibedakan sedemikian rupa untuk menunjukkan peran mereka sebagai pendatang baru, maka semakin formal sosialisasi yang akan berlangsung. Contohnya, selama program orientasi dan pelatihan tertentu. Sosialisasi formal menempatkan karyawan-karyawan baru untuk langsung terlibat didalam pekerjaan mereka, dengan sedikit atau tanpa adanya perhatian khusus.
b.      Individu vs Kolektif
Anggota-anggota baru bisa disosialisasikan secara individu. Kebanyakan kantor-kantor profesional mensosialisasikan karyawan baru mereka dengan cara seperti ini. Anggota-anggota baru juga dapat dikelompokkan bersama dan diproses melalui serangkaian pengalaman yang serupa, sebagaimana yang berlangsung di pusat pelatihan militer.
c.       Jadwal yang Sudah Ditentukan (Tetap) vs Jadwal Variabel
Jadwal kapan pendatang baru melakukan transisi dari orang luar menjadi orang dalam dapat berupa jadwal yang sudah ditentukan atau berupa jadwal yang variabel. Suatu jadwal yang sudah ditentukan menstandarkan tahap-tahap transisi, seperti prosedur enam tahun “diangkat atau keluar”, yang biasanya diterapkan terhadap asistenasisten dosen baru di perguruan tinggi. Jadwal variabel tidak memiliki pemberitahuan awal masa transisi mereka. Sebagai contoh, jadwal variabel ini menerapkan sistem promosi khusus, dimana seseorang tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya sampai dia “siap”.
d.      Berurutan vs. Random
Sosialisasi tersusun ditandai oleh pemakaian modelmodel peran yang melatih dan mendorong pendatang baru. Misalnya, program magang dan program penasihat pendamping. Dalam sosialisasi acak, model-model peran sengaja dihilangkan. Karyawan baru dibiarkan sendiri dengan penyelesaian yang harus mereka lakukan sendiri.
e.      Pelantikan vs. Pelepasan
Sosialisasikan dengan adanya pengakuan bahwa mutu dan kualifikasi pendatang baru merupakan bagian penting dari keberhasilan pekerjaan, sehingga mutu dan kualifikasi tersebut ditetapkan dan didukung. Sosialisasi tanpa adanya pengakuan mencoba menghilangkan karakter-karakter tertentu karyawan baru. “Ikrar” kekeluargaan dan persaudaraan digunakan dalam sosialisasi ini, untuk membentuk mereka agar sesuai dengan peran yang diinginkan.


Bagaimana Budaya Terbentuk


Budaya awal berasal dari filosofi pendiri organisasi. Hal ini selanjutnya sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam proses penerimaan karyawan baru. Tindakan-tindakan manajemen puncak membentuk iklim umum mengenai perilaku-perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Bagaimana cara karyawan-karyawan baru bersosialisasi akan bergantung kepada tingkat keberhasilan yang diraih dalam menyesuaikan nilai-nilai yang dianut karyawankaryawan baru tersebut dengan nilai-nilai yang ada didalam organisasi saat dilakukan proses seleksi dan dengan keinginan manajemen berkaitan dengan metode sosialisasi.

Bagaimana Karyawan Mempelajari Budaya
  1. Cerita
Cerita-cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di dalam memulai usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang-surut organisasi dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tak menentu merupakan kisah yang dapat mendorong dan memotivasi karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
Contoh : Seorang manajer HRD menceritakan kisah hidup dari seorang CEO yang dulu hidupnya susah dan sekarang bisa sukses hingga membangun perusahaan besar,dari sana karyawan bisa termotivasi untuk semangat kerja agar nasib hidupnya bisa untung seprti CEO itu.
2. Ritual / Upacara-upacara
Ritual adalah deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, sasaran apakah yang paling penting, orang-orang manakah yangpenting, dan mana yang dapat dikorbankan. Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam organisasi, tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup organisasi. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah selamatan mulai musim giling di pabrik gula seperti ini adalah bagian dari doa dan harapan atas kerjasama dan juga hasil panen yang baik yang telah berlangsung sejak berdirinya pabrik.
3. Simbol-simbol material
Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang harus diperhatikan sebab dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.
Contoh :Logo UKP ada tanda salib di dalamnya,karena UKP menganut keyakinan Kristen yang menjadi dasar berdirinya UKP.
4.       Bahasa
Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan nilai. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau semacamnya memiliki bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.
Contoh : Di sebuah perusahaan penyedia outsource (seperti satpam) biasanya memiliki jargon kebanggan mereka,biasanya jargon itu serentak dituturkan bersama-sama setiap pagi saat evaluasi agar para satpam itu bersemangat dalam menjalani hari kerjanya.